Headlines News :
Home » » JICMI 2013, Satukan Intelektual Kembali Pada Perjuangan Islam Kaffah

JICMI 2013, Satukan Intelektual Kembali Pada Perjuangan Islam Kaffah

Written By Unknown on Monday, December 16, 2013 | 6:21 AM




Suasana Diskusi Komisi JICMI hari pertama
Dalam forum yang bernama Jakarta International Conference of Moslem Intellectuals (JICMI) 2013 tersebut, mereka akan menyampaikan presentasi di tujuh bidang yakni politik global; pemerintahan yang bersih; tantangan ekonomi; ketahanan pangan dan kesehatan; energi dan sumber daya alam; perempuan dan keluarga; energi dan sumber daya alam; pendidikan, ilmu pengetahuan dan dan teknologi.

“Semua pembahasan dalam prespektif kebangkitan Islam,” tegas Agung Wisnuwardana, panitia pengarah JICMI 2013.

Menurut Agung, acara digelar dua hari. “Yang tidak kalah menariknya untuk diliput adalah ketika 2000 akademisi, peneliti dan intelektual Muslim berkumpul membahas Islamic Awakening for Khilafah, besok Ahad 15 Desember jam 9 sampai 17.30 di Convention Hall Smesco Jl Gatot Subroto,” pungkasnya.

Lebih dari dua ribu intelektual dari berbagai negara di dunia menghadiri Konferensi Peradaban Islam yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Jakarta selama dua hari.
“Beberapa ilmuwan internasional yang hadir dalam acara ini adalah dari Aljazair, MalaysiaLibanon, Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Australia, selain dari Indonesia sendiri,” kata juru bicara HTI, Ismail Yusanto di Jakarta, Ahad (15/12).
Dia mengatakan dalam konferensi bernama ‘Jakarta International Conference of Muslim Intellectuals’ tersebut panitia telah menerima 140 makalah ilmiah yang dikelompokkan dalam tujuh topik utama. Topik tersebut adalah perubahan politik global dan dampaknya pada negeri Muslim, tantangan tata kelola pemerintahan, tantangan ekonomi, kesehatan dan ketahanan pangan, manajemen energi dan sumber daya alam, perempuan dan keluarga, serta pendidikan dan iptek.
Ribuan Peserta Nampak Hadir Mengisi Bangku-Bangku Tempat Acara
Para Pembicara JICMI 2013


Prof. Ing. H. Fahmi Amhar, Saat Sesi Endorsment di Hari Kedua
Bila mempelajari sejarah Nabi dalam konteks transformasi masyarakat, ungkap Prof Dr Fahmi Amhar akan didapati Nabi melakukan perubahan yang fundamental dalam  tiga aspek. “Nabi mengubah individu dengan menanamkan tauhid.  Selanjutnya Nabi membalikkan opini umum di masyarakat dengan menyodorkan ayat-ayat yang bertentangan dengan opini tersebut, dan menerapkan Islam dalam negara,” tegasnya, Sabtu (14/12) di Wisma Makara, UI, Depok.
Oleh sebab itu, ungkapnya dalam sesi penutup hari pertama konferensi intelektual Muslim Jakarta International Conference of Muslim Intellectuals (JICMI) 2013,  ketika pada masa kini, opini umum yang dominan dan bertentangan dengan ayat-ayat suci adalah sekulerisme dan liberalisme, maka tugas para intelektual juga untuk membalikkan opini ini.
“Sekulerisme-liberalisme sudah dari awal bertentangan dengan tauhid!” pekiknya di hadapan sekitar 200 profesor, doktor dan master dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia maupun luar negeri.
Menurutnya,  proses transisi pembalikan opini ini tentu memerlukan proses yang panjang dan menyakitkan.  Namun ini semua proses yang perlu dilalui, sampai didapatkan suatu “massa kritis” yang siap memanggul beban perubahan.
Massa kritis ini akan terlahir dari mereka yang memang siap dengan segala risiko sebuah transformasi sosial.  Ia menegaskan, tidak ada transformasi sosial yang langsung dapat dinikmati.  Selalu akan ada masa-masa sulit, masa-masa kurang tidur, masa-masa penuh ketakutan, kekurangan dan ketidakpastian.
Di situlah peran dan tanggung jawab yang harus diambil alih para intelektual. “Merekalah yang harus menginspirasi para pemimpin politis agar maju, mengambil alih tanggung jawab memimpin masyarakat menghadapi masa-masa yang berat!” tegasnya.
Ia menjelaskan bila para intelektual ini lebih cinta dunia dan takut mati, maka para pemimpin pun akan menjadi lemah dan akhirnya rusak.  Kala pemimpin rusak, maka umatpun akan rusak. Sebaliknya, jika para intelektual ini lebih mencintai Allah dan mati syahid, bila mereka tidak takut menderita, maka para pemimpin pun akan menjadi kuat, menjadi besar hatinya, dan berusaha menjauhi kerusakan.
“Dan jika ada pemimpin-pemimpin yang seperti ini, maka umatpun akan bisa diperbaiki, karena ada teladan yang bisa dipercaya.  Umatpun akan bisa dibangkitkan, dan bisa diajak bergerak menuju tugas sejarahnya!”
Dan sebagaimana sebuah pekerjaan raksasa, perubahan ini tidak bisa tidak kecuali secara bersama-sama dalam sebuah jejaring (network).  “Inilah dakwah berjama’ah, yang di dalamnya para intelektual akan saling mengisi, saling memperkuat dan saling mengoreksi,” pungkasnya.



Komitmen Para Intelektual Demi Kemajuan Ummat



Share this post :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Jabar Bersyariah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger