Headlines News :
Home » , » Menjadikan Al-Quran Sebagai Pembeda

Menjadikan Al-Quran Sebagai Pembeda

Written By Unknown on Wednesday, April 9, 2014 | 6:35 AM

Rokhmat S. Labib, MEI
Oleh: Rokhmat S Labib, MEI
Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Alquran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (TQS al-Furqan [25]: 1).

Sehebat apa pun manusia, manusia tetaplah makhluk yang dhaif. Ilmu yang diberikan hanya sedikit (lihat QS al-Isra’ [17]: 85). Oleh karenanya, banyak perkara yang tidak sanggup dijangkau oleh akal manusia. Termasuk di dalamnya dalam memahami kebenaran dan kebatilan, serta halal dan haram.
Oleh karena itu, manusia membutuhkan petunjuk yang memberikan panduan tersebut. Tanpa perlu meminta, dengan kemurahan-Nya Allah SWT menurunkan petunjuk itu kepada manusia. Dia mengutus para nabi dan rasul, serta menurunkan kitab-Nya. Nabi Muhammad SAW adalah salah satu di antaranya. Kepada beliau, diturunkan kitab Alquran. Inilah di antara perkara penting yang diberitakan ayat ini.


Alquran Sebagai Pembeda
Allah SWT berfirman: Tabâraka al-ladzî nazzala al-furqân ‘alâ ‘abdihi (Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan [Alquran] kepada hamba-Nya). Ayat ini diawali dengan pujian Allah SWT kepada diri-Nya dengan menyebut sebagai Dzat yang memiliki sifat tabâraka. Ada beberapa penjelasan yang dikemukakan para mufasir tentang makna kata tersebut.
Menurut al-Syaukani dalam tafsirnya, kata tabâraka diambil dari kata al-barakah, yang berarti al-namâ wa al-ziyâdah (tumbuh dan tambah), baik dapat diindra maupun dipikirkan. Sedangkan al-Farra`, sebagaimana dikutip al-Qurthubi, mengatakan, kata tabâraka dan taqaddasa dalam bahasa Arab memiliki makna yang sama, yakni al-‘azhamah (kemuliaan, keagungan, kebesaran).
Al-Samarqandi mengemukakan, kata tabâraka merupakan kata dikhususkan. Tidak bisa dikatakan yatabâraku(dalam bentuk mudhâri’)seperti halnya tidak dikatakan yata’âlî. Tidak pula dikatakan mutabârik[un].Menurutnya, kata tabâraka berarti dzû barakah, yang memiliki barakahSedangkan makna al-barakah adalahkatsrat al-khayr (banyak kebaikan).
Dialah Allah SWT yang telah menurunkan al-furqân kepada ábdihi (hamba-Nya). Yang dimaksud dengan al-Furqân di sini adalah Alquran; dan ‘abdihi adalah Nabi Muhammad SAW. Demikian kesimpulan sebagian besar para mufasir.
Kata al-furqân merupakan bentuk mashdar dari kata faraqa (memisahkan). Demikian diterangkan al-Alusi dalam tafsirnya, h al-Ma’ânî.
Makna itu pula yang dapat dipahami dari kata al-furqân ayat ini. Menurut al-Syaukani, Alquran disebut sebagaial-furqân karena Alquran membedakan dan memisahkan antara yang haq dan yang batil dengan hukum-hukumnya, atau antara yang dikokohkan dan dibatalkan.
Dikatakan Imam al-Qurthubi, penyebutan Alquran sebagai al-furqân karena dua aspek. Pertama, karena membedakan antara kebenaran dan kebatilan, Mukmin dan kafir. Kedua, karena di dalamnya terdapat penjelasan tentang perkara yang disyariahkan, baik yang halal maupun yang haram.
Patut dicatat, dalam ayat ini, digunakan nazzala (menurunkan)Menurut Ibnu Katsir, kata tersebut ber-wazan fa’ala dan memberikan makna al-tikrâr wa al-takatstsur (berulang-ulang dan banyak). Beberapa ayat sejalan ini adalah QS al-Baqarah [2]: 23, al-Nisa’ [4]: 136, Ali Imran [3]: 3, dan lain-lain.
Pada faktanya Alquran diturunkan secara bertahap dan terpisah-pisah, ayat demi ayat, hukum demi hukum, dan surat demi surat. Turunnya Alquran mengandung hikmah bagi orang yang diturunkan. Ini disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya: Berkatalah orang-orang yang kafir, "Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?" Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar) (TQS al-Furqan [25]: 32).
Penggunaan kata abdihi dalam ayat ini juga patut dicermati. Kata yang menunjuk kepada Rasulullah SAW tersebut mengandung sifat terpuji. Menurut Ibnu Katsir, kata ‘abdihi menyandarkan sifat ‘ubûdiyyah(penghambaan) beliau hanya kepada Allah SWT.
Pemberi Peringatan
Setelah diberitakan tentang diturunkannya Alquran kepada Rasulullah SAW, kemudian Allah SWT berfirman:Liyakûna li al-‘âlamîna nadzîr[an] (agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam). Artinya, dengan diturunkannya Alquran itu kepada Rasulullah SAW, maka beliau menjadi pemberi peringatan bagi seluruh alam.
Kata mundzir merupakan bentuk fâ’il (pelaku) dari kata al-indzâr. Kata al-indzâr berarti ikhbâr fîhi takhwîf(pemberitahuan yang di dalamnya terdapat sesuatu yang menakutkan). Kebalikannya adalah al-tabsyîr, kabar yang menggembirakan. Demikian diterangkan al-Alusi.
Mengenai tugas Rasulullah SAW menjadi pemberi peringatan dengan Alquran juga diterangkan dalam firman Allah SWT: Dan Alquran ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Alquran (kepadanya) (TQS al-An’am [6]: 19).
Sebenarnya di dalam Alquran bukan hanya berisi nadzîr (pemberi peringatan)namun juga basyîr (pemberi kabar gembira). Meskipun demikian dalam ayat ini hanya disebutkan sebagai nadzîr. Menurut al-Alusi, karena di dalam surat ini memuat berita tentang orang–orang yang menjadi penentang Allah dan menjadikan anak dan sekutu bagi-Nya.
Ditegaskan ayat ini, Rasulullah SAW merupakan pemberi peringatan bagi al-‘âlamîn. Menurut Fakhruddin al-Razi dalam Mafâtîh al-Ghayb, kata al-‘âlam adalah semua selain Allah dan mencakup seluruh mukallaf, baikdari kalangan jin, manusia, maupun malaikat. Akan tetapi, Rasulullah SAW bukanlah rasul untuk malaikat. Berarti, Nabi Muhmmad SAW adalah rasul untuk seluruh jin dan manusia. Kesimpulan yang sama juga dikatakan oleh para mufasir, seperti Ibnu Katsir, al-Samarqandi, al-Jazairi, dan lain-lain. Imam al-Qurthubi juga mengatakan bahwa beliau adalah rasul untuk kedua mahluk tersebut, pemberi peringatan kepadanya, dankhâtam al-nabiyyîn, penutup para nabi.
Ayat ini juga memberikan pemahaman bahwa Rasulullah SAW dan risalah yang dibawa ditujukan untuk seluruh manusia. Bukan hanya untuk kaumnya saja, atau hanya untuk sebagian manusia tertentu saja. Hal ini juga ditegaskan dalam beberapa ayat lain seperti QS al-A’raf [7]: 158 dan QS Saba [34]: 28. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk manusia berkulit merah dan berkuli hitam (HR Ahmad dari Jabir bin Abdillah).
Demikianlah. Manusia membutuhkan petunjuk yang membedakan antara yang haq dan batil, yang halal dan yang haram, yang mengantarkan kepada surga dan kepada neraka. Dan Allah SWT telah menurunkan kitab  yang menjadi petunjuk itu. Itulah Alquran.
Maka siapa pun yang mengimani dan mempraktekkannya dalam kehidupan, niscaya hidupnya akan lurus dan berada dalam kebenaran. Kebahagiaan pun akan didapat di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, siapa pun yang mengingkari, mengabaikan, dan menolak untuk mempraktekkannya, hidupnya akan diliputi dengan kesesatan dan berujung dengan kesengsaraan di dunia akhirat.
Maka sungguh aneh jika ada yang mengaku beriman kepada Alquran, namun menolak syariah dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ironisnya lagi, mereka lebih memilih konsep dan pemikiran dari John Locke, Adam Smith, Karl Marx, dan semacamnya. Padahal tokoh panutan mereka itu adalah orang-orang kafir yang dicela oleh banyak ayat dan diancam dengan neraka jahannam. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:
  1. Alquran merupakan al-furqân, pembeda yang haq dan yang batil, yang halal dan yang haram.
  2. Rasulullah pemberi peringatan seluruh manusia dan jin yang hidup sejak beliau diutus hingga hari Kiamat.
x
Share this post :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Jabar Bersyariah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger