JATINANGOR - Selama tahun 2013, Ombudsman Jawa Barat menerima 183 pengaduan terkait dengan pelayanan publik. Dari sekian banyak pengaduan masyarakat itu, 90 di antaranya terkait pelayanan publik di bidang pendidikan.
Di antaranya laporan adanya oknum pejabat yang memasukkan siswa ke sekolah, penyimpangan prosedur penerapan dana sumbangan pendidikan, dan penyalahgunaan keuangan untuk siswa miskin. Pengaduan berasal dari masyarakat Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab. Sumedang, Kota Cirebon, Kab. Purwakarta, Kab. Subang, dan kota/kabupaten lainnya di Jabar.
"Pengaduan pelayanan publik di bidang pendidikan yang paling tinggi," kata Asisten Ombudsman Jabar, Naksha Laraswati kepada wartawan di kantor Camat Jatinangor, Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang, Kamis (28/11).
Menurut Naksha, pengaduan yang diterima Ombudsman itu terhitung per 1 Januari 2013 hingga Kamis kemarin. Ombudsman juga menerima pengaduan tentang pelayanan pemerintah, termasuk pengatentang kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, dan pengaduan lainnya yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Terkait banyaknya laporan dari masyarakat itu, Ombudsman melakukan memorandum of understanding (MoU) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Jika dalam laporan yang diterima Ombudsman ini ada kerugian keuangan negara, langsung dikoordinasikan dengan KPK. Sementara dari sisi administrasi dan pelayanan publik, Ombudsman yang memprosesnya," katanya.
Kerugian negara
Ombudsman juga mengatakan, ada sejumlah laporan yang sudah disampaikan ke KPK terkait adanya kerugian negara. "Jika diindikasikan ada kerugian negara, kami langsung laporkan dan dikoordinasikan dengan KPK. Jadi Ombudsman fokus pada pelayanan publik," katanya.
Baru-baru ini sempat ada keluhan dari sejumlah orangtua siswa sebuah SMA negeri di Kab. Sumedang. Saat itu, Ombudsman menerima laporan pungutan dana sumbangan pendidikan (DSP) sebesar Rp 3 juta per siswa. Ditambah uang iuran sekolah Rp 200.000/bulan.
"Pihak orangtua keberatan karena sebelumnya tidak ada musyawarah atau rapat dengan pihak sekolah," katanya.
Pihaknya menjembatani pihak pemerintah, sekolah, dan para orangtua siswa. Ombudsman tidak berpihak pada siapa-siapa, selain menyikapi keluhan dalam pelayanan publik.
Terkait persoalan yang dialami para orangtua tadi, pihaknya langsung mengomunikasikan hal itu dengan DPRD Kab. Sumedang dan jajaran Pemkab Sumedang.
"Kami ada komunikasi dengan Sekda. Intinya dalam pungutan sekolah itu ada ketidaksepahaman antara sekolah dengan orangtua siswa. Kata pihak sekolah, pungutan itu untuk dana operasional sekolah. Sementara menurut pihak orangtua, pungutan itu tak legal," katanya.
Di antaranya laporan adanya oknum pejabat yang memasukkan siswa ke sekolah, penyimpangan prosedur penerapan dana sumbangan pendidikan, dan penyalahgunaan keuangan untuk siswa miskin. Pengaduan berasal dari masyarakat Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab. Sumedang, Kota Cirebon, Kab. Purwakarta, Kab. Subang, dan kota/kabupaten lainnya di Jabar.
"Pengaduan pelayanan publik di bidang pendidikan yang paling tinggi," kata Asisten Ombudsman Jabar, Naksha Laraswati kepada wartawan di kantor Camat Jatinangor, Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang, Kamis (28/11).
Menurut Naksha, pengaduan yang diterima Ombudsman itu terhitung per 1 Januari 2013 hingga Kamis kemarin. Ombudsman juga menerima pengaduan tentang pelayanan pemerintah, termasuk pengatentang kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, dan pengaduan lainnya yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Terkait banyaknya laporan dari masyarakat itu, Ombudsman melakukan memorandum of understanding (MoU) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Jika dalam laporan yang diterima Ombudsman ini ada kerugian keuangan negara, langsung dikoordinasikan dengan KPK. Sementara dari sisi administrasi dan pelayanan publik, Ombudsman yang memprosesnya," katanya.
Kerugian negara
Ombudsman juga mengatakan, ada sejumlah laporan yang sudah disampaikan ke KPK terkait adanya kerugian negara. "Jika diindikasikan ada kerugian negara, kami langsung laporkan dan dikoordinasikan dengan KPK. Jadi Ombudsman fokus pada pelayanan publik," katanya.
Baru-baru ini sempat ada keluhan dari sejumlah orangtua siswa sebuah SMA negeri di Kab. Sumedang. Saat itu, Ombudsman menerima laporan pungutan dana sumbangan pendidikan (DSP) sebesar Rp 3 juta per siswa. Ditambah uang iuran sekolah Rp 200.000/bulan.
"Pihak orangtua keberatan karena sebelumnya tidak ada musyawarah atau rapat dengan pihak sekolah," katanya.
Pihaknya menjembatani pihak pemerintah, sekolah, dan para orangtua siswa. Ombudsman tidak berpihak pada siapa-siapa, selain menyikapi keluhan dalam pelayanan publik.
Terkait persoalan yang dialami para orangtua tadi, pihaknya langsung mengomunikasikan hal itu dengan DPRD Kab. Sumedang dan jajaran Pemkab Sumedang.
"Kami ada komunikasi dengan Sekda. Intinya dalam pungutan sekolah itu ada ketidaksepahaman antara sekolah dengan orangtua siswa. Kata pihak sekolah, pungutan itu untuk dana operasional sekolah. Sementara menurut pihak orangtua, pungutan itu tak legal," katanya.
Post a Comment